Kamis, 11 Maret 2010

Gaji..Oh..Gaji

Secara tidak sengaja, saya mendapatkan informasi yang terbilang “unik”. Dimana salah seorang teman mengirimkan kepada saya tabel struktur gaji ditubuh Wehrmacht (Angkatan Perang NAZI Jerman). Dari tabel itu saya melihat struktur gaji dasar (base salary) dari pangkat tertinggi (Jenderal bintang empat) hingga pangkat terendah (Prajurit Dua). Dari tabel tersebut terungkap bahwa Gaji seorang Prajurit Dua dengan nol tahun pengalaman hanya sebesar USD 14 per bulan (nilai kurs pada saat itu DM 1 = USD 0,4). Diketahui bahwa daftar gaji tersebut berlaku pada tahun 1945 atau enam puluh lima tahun yang lalu.

Mungkin, anda akan berkomentar bahwa gaji sebesar USD 14 per bulan terlalu kecil bagi seorang Prajurit Dua. Ya, jika dikurs sebesar Rp 10.000 saja maka gaji itu besarnya hanya Rp 140.000. Namun, jika anda pernah belajar ilmu keuangan maka anda akan menemukan jawaban yang sama sekali berbeda.

Logikanya begini, sesungguhnya nilai uang sekarang jika dibandingkan dengan nilai uang yang sama di masa yang akan datang akan lebih besar nilai uang sekarang. Artinya bahwa nilai uang yang akan datang akan lebih kecil dari nilai uang sekarang meskipun memiliki nilai nominal yang sama. Hal tersebut dikarenakan adanya inflasi sehingga terjadi penyesuaian atas harga barang dan jasa. Contoh kecilnya, ketika saya berusia 7 tahun atau tepatnya 28 tahun yang lalu, cukup dengan Rp 100 saya bisa membeli sebungkus nasi uduk lengkap dengan lauk tempe dan bakwan plus segelas es milo. Jika dibandingkan dengan sekarang, tentulah harga sebungkus nasi uduk lengkap dengan lauk tempe dan bakwan serta segelas es milo tidak bisa dibeli dengan uang Rp 100. Pastilah lebih besar dari itu.

Kembali ke pembahasan kita, jika diasumsikan tingkat inflasi sebesar 5% per tahun, maka gaji si Prajurit Dua NAZI Jerman di tahun sekarang (2010) adalah sebesar USD 425,96 atau jika dikurs Rupiahkan akan menjadi sebesar Rp 3.833.729. Bandingkan dengan gaji Prajurit Dua Tentara Nasional Indonesia yang hanya sebesar Rp 700.000. Itu pun belum dikurangi oleh potongan sana-sini sehingga uang yang diterima pasti lebih kecil dari Rp 700.000. Ini berarti seorang Prajurit Dua NAZI Jerman menikmati lebih dari lima kali gaji Prajurit Dua Tentara Nasional Indonesia. Ueenak tenan !!

Jika dibandingkan dengan gaji Tentara Nasional Indonesia, maka gaji Prajurit Dua NAZI Jerman itu setara dengan perwira berpangkat Mayor. Oleh karena itu, secara logika dan nominal tentunya gaji seorang Jenderal NAZI Jerman lebih tinggi dari gaji seorang Jenderal Tentara Nasional Indonesia.
Saya jadi termenung. Bukankah seluruh dunia mengetahui bahwa Adolf Hitler adalah pemimpin yang bengis, kejam, haus darah, tidak berperikemanusiaan, dan sangat anti agama ? Namun nyatanya, untuk kesejahteraan prajurit rendahan Hitler begitu perhatian.

Saya tambah bingung, karena pimpinan tertinggi negeri ini mengaku seorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, muslim yang taat, religius dan demokratis. Tapi dalam urusan menyejahterakan prajurit ternyata lebih rendah dari Adolf Hitler!.
Mungkin anda dapat menyangkal bahwa keuangan negara sedang tidak memungkinkan. Tapi anda lupa, bahwa kondisi Jerman saat itu sedang berperang dengan negara-negara sekutu. Bahwa Jerman sedang berperang dengan negara-negara besar dengan militer yang kuat seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat dan Rusia. Akal sehat saya terus terang belum bisa menerima alasan bahwa keuangan negara kita belum memungkinkan. Bukankah negara yang sedang berperang lebih banyak membutuhkan dana ketimbang negara yang berada dalam keadaan damai ?

Adakah alasan lain yang lebih masuk akal mengapa pemimpin kita yang mengaku beragama namun dalam urusan menyejahterakan aparat rendahan ternyata lebih mundur dan terbelakang ketimbang pemimpin yang jahat dan anti agama ?
Apakah anda dapat memberikan jawaban yang pas ? Saya tunggu jawaban anda !.

Selasa, 09 Maret 2010

Rekrutmen Pejabat yang Transparan

Setelah dilantik menjadi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Irwandi Yusuf membuat kebijakan yang tidak biasa. Untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Dinas, Asisten dan Kepala Biro (eselon II) tidak otomatis diangkat orang-orang tertentu. Melainkan dengan mengiklankan jabatan tersebut secara terbuka kepada umum meskipun hanya terbatas kepada kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Di dalam iklan tersebut yang menjadi syarat adalah PNS dengan minimal golongan IV/b atau telah dan sedang menjabat jabatan minimal Eselon III atau fungsional yang setara.

Proses rekrutmen pun tidak tanggung-tanggung. Pendaftaran bagi PNS yang memenuhi persyaratan pun dilaksanakan di Lapangan Blang Pidie pada Desember 2007. Dengan menggandeng pihak dari Universitas Syiah Kuala selaku pihak independen yang akan melakukan penilaian terhadap calon pejabat tersebut pelaksanaan ujian bagi PNS yang lolos syarat administratif dilaksanakan secara terbuka dan massal. Ternyata, hasil akhir dari pelaksanaan tes rekrutmen yang cukup panjang dan melelahkan tersebut hanya mampu meloloskan 4 orang !. Karena pengisian jabatan yang lowong tersebut sudah semakin mendesak maka untuk menutupi kekurangannya terpaksa Gubenur menempuh cara lama yakni mengangkat orang-orang tertentu untuk mengisi jabatan tersebut.

Rupanya Pemerintah Kabupaten Kebumen tidak mau kalah. Pada awal 2008 untuk mengisi jabatan Kepala Sekolah SMP dan SMA Negeri (Setara Eselon III) dan Direktur Bank Pasar Rakyat Kebumen dilakukan dengan rekrutmen terbuka dan mengiklankan secara luas. Bedanya dengan Pemerintah NAD iklan tersebut tidak hanya ditujukan kepada PNS saja melainkan masyarakat luas yang memenuhi persyaratan. Proses rekrutmen tersebut juga melalui proses yang panjang pula. Bekerjasama dengan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, selaku pihak independen yang akan melakukan penilaian, proses pendaftaran dilakukan di alun-alun Kabupaten. Setelah para pendaftar dinyatakan lolos seleksi administrasi maka akan ada serangkaian ujian dan tes yang menanti. Hasil akhir dari serangkaian ujian ini hanya mampu meloloskan 26 orang dari formasi yang dibutuhkan sebanyak 70 orang. Karenanya Pemerintah Kabupaten melanjutkan proses seleksi ini berkali-kali hingga target pengisian jabatan lowong tersebut tercapai.

Proses rekrutmen pun tidak berhenti sampai disitu. Untuk merekrut Kepala Dinas dan BAPPEDA (Setingkat Eselon II) pun dilakukan hal yang sama. Proses rekrutmen terbuka ini menorehkan rekor tersendiri dimana seorang pemuda putra daerah yang baru berusia 38 tahun telah berhasil menduduki jabatan sebagai Kepala BAPPEDA!. Hasil dari rekrutmen pejabat secara terbuka telah membuat Kabupaten Kebumen mampu mencapai beberapa indikator keberhasilan pembangunan pada tahun berikutnya. Kenaikan Pendapatan Asli Daerah hingga 4% per tahun, Angka Partisipasi Sekolah yang meningkat, dan efisiensi dalam penggunaan Anggaran hingga 70% lebih. Tak heran jika apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kebumen mendapat penghargaan dari Menteri Pendidikan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kerajaan Belanda.

Untuk tingkat pusat saat ini baru Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah (LKPP) saja yang melaksanakan rekrutmen pejabat eselon II, III, dan IV secara terbuka meskipun baru terbatas hanya kepada PNS. Namun demikian upaya-upaya demikian patut mendapat apresiasi dari masyarakat. Bahwa rekrutmen pejabat yang berkualitas akan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kinerja pemerintahan lebih baik lagi.

Hmmmm…bagaimana dengan Departemen atau Pemerintah Daerah lainnya? Namun setidaknya, optimisme dalam diri saya masih ada. Saya yakin, bahwa lambat laun proses promosi PNS akan semakin transparan mengikuti apa yang telah terjadi di Amerika Serikat (Baca tulisan saya sebelumnya-red). Karenanya agar upaya yang bagus dan baik ini tetap berlangsung, adalah tugas kita untuk terus mewacanakannya. Supaya praktek-praktek tidak sehat seperti aji mumpung, cari muka, nepotisme dan sebagainya yang selalu mewarnai rekrutmen pejabat di hampir seluruh instansi pemerintahan di negeri yang kita cintai ini dapat segera diakhiri. Masuk akal bukan ?